Perempuan yang bernama Nayda itu adalah aku, yang tidak mengenal apa itu cinta. Namun, di suatu saat, aku mulai mengetahui dan tersadarkan tentang hal itu dengan seseorang yang membuatku penasaran hingga memunculkan perasaan, walaupun belum pernah berkomunikasi dengan orang tersebut.
Di saat ku mengetahui tentang hal itu, aku sangat tidak tahu cara mengendalikannya.
"Apakah ini sebuah cinta? mengapa sakit sekali? apakah hanya aku yang merasakan kesakitan ini, hanya karena tak bisa mengungkapkannya?" Ucapku yang berdialog dengan diri sendiri sambil kebingungan.
Aku yang memaksakan diri untuk mengungkapkan langsung kepadanya yang pertama kalinya ku mencoba tentang hal ini dengan perasaan yang gugup dan menegangkan. Entah kenapa takdir yang mengatur ucapanku menjadi sekedar pengenalan saja walaupun ku tak berniat tentang hal itu. Namun dia yang menolak ku sebegitunya sehingga membuatku trauma untuk pertama kalinya. Tetapi, aku sangat bersyukur kepada takdir itu yang menolongku, untuk tidak mengungkapkannya, mungkin takdir yang mengetahuinya bahwa dia akan menolak perasaanku.
"Apakah kita kan bertemu lagi ?" Ucapku dalam hati setelah ditolak olehnya. Aku yang pertama kali mengalami ini, sesak yang tak teratur namun tak mengeluar rintikan air dalam mata. Aku pun segara tersadar, mengapa aku mengecewakannya? bukankah dia belum tentu akan ada di masa depanku? sambil menenangkan diri.
Waktu berlalu, bertahun tahun kita tak bertemu. Namun, aku masih menantikanmu, walaupun banyak orang yang ku temui. Meskipun ini tak pasti tetapi aku yakin jika kau di inginkan dalam doa, mungkin harapanku kan terwujud.
Takdir yang tak diketahui dengan waktu yang tepat dan sebuah misteri yang tak diduga. Kini, kau pula yang menghampiriku dengan tujuan untuk bersamaku selamanya. Namun, siapa yang tau takdir yang di inginkan dan bahagia ini akan berlalu dengan cepat?
Dia yang meninggalkan ku sendiri tuk selamanya dengan janji yang belum ia selesaikan, bahwa dia tidak akan meninggalkan ku sendirian. Lalu, akupun yang baru menjalani hidupku dengannya, tak memikirkan bahwa takdir akan memisahkan kita selamanya.
Sungguh disaat dia meninggalkanku, aku menangis tak bersuara, mata mengucurkan air tak henti-hentinya, sesak yang tak teratur, dan dada yang terasa sakit bagaikan ditusuk oleh pedang di saat perang.
Hidupku yang ku sisakan hanya untuk diri sendiri sembari menunggu kematian datang. Harapku, di saatku sudah mati, kita kan bertemu kembali di alam yang berbeda dan alam yang tak ada akhirnya
***
Di saatku sudah menemukannya aku mencoba hanya untuk sekadar pengenalan saja, tetapi dia lah yang menolak sebegitunya. Namun, takdirlah yang mempertemukan kita kembali tanpa dugaan. Ku harap disaat kita sudah bertemu lagi pada waktu yang tepat kita akan bersama selamanya sebagai dua insan yang selalu bersama sampai akhir hayatnya. Tetapi takdir begitu cepat memisahkan kita menjadikan pertemuan itu hanyalah sebuah kebahagiaan yang mampir sebentar di dalam hidupku.
(TAMAT)
Dimuat oleh : Herlina Agustina