15 May 2024

Budi Suhardiman - Gulis (Guru Menulis)

Rd. Gahara dan Kota Intan

Oleh Budi Suhardiman

Garut terkenal sebagai Kota Intan. Orang pertama yang memberi julukan itu adalah Presiden Sukarno. Julukan itu disampaikan Sukarno dalam pidatonya di Babancong, Alun-Alun Garut pada tahun 1960. Garut mendapat julukan sebagai Kota Intan karena keadaan lingkungannya bersih, pemandangannya indah, masyarakatnya tertib, sehingga nyaman bagi para tamu yang mengunjunginya. Pada saat itu pula Presiden Sukarno menobatkan Garut sebagai kota terbersih se- Indonesia.

Dalam perkembangan selanjutnya intan dimaknai sebagai akronim dari indah, tertib, aman, dan nyaman. Menurut Anggapraja, julukan sebagai Kota Intan diberikan karena Presiden Sukarno melihat rumah-rumah sepanjang jalan Cimanuk bercat putih bagaikan intan memancarkan cahaya gemerlapan. Selain itu, menurut Rd. Cicih Suwarsih, putri Gahara, julukan sebagai Kota Intan diberikan Presiden Sukarno karena di sepanjang jalan Pedes (Jalan Cimanuk) melihat kemerlipnya lampu-lampu yang indah bagaikan intan gemerlapan.

Di balik Garut mendapat julukan sebagai Kota Intan, ada tokoh penting yang perannya sangat besar dalam mencapai julukan tersebut. Ia sudah mampu menggerakkan masyarakat dan aparatur pemerintah agar giat melakukan kebersihan. Tokoh itu bernama Rd. Gahara yang sekaligus sebagai bupati Garut (1960-1966).

Nama lengkapnya Rd. Gahara Wijaya Suria. Lahir di Singaparna, Tasikamalaya pada tanggal 25 April 1909 dan meninggal di RSU dr. Slamet Garut tahun 1984. Ia menikah dengan Rd. Komala Inten. Dari hasil pernikahannya dikarunia enam putra, yaitu Rd. Kartini, Rd. Rukmini, Rd. Sulasmi, Rd. Sukarni, Rd. Suwarsih, dan Rd. Jamhur.

Orang tuanya menginginkan Gahara menjadi seorang dokter supaya bisa mengurus ayahnya yang sudah mulai sakit-sakitan. Ia sempat sekolah kedokteran pada zaman Belanda. Namun karena ia sendiri tidak begitu berminat menjadi dokter, akhirnya keluar. Ia Pernah menjadi murid Geuv, AMS (Algemeene Middelbare School) Afdeeling B Oude Hospital Weg 1928 di Jakarta. Ia juga sempat sekolah di AMS afdeeling (bagian) B (ilmu pasti), Jakarta 1933. Semasa sekolah, Gahara bersama Mr. Kasman Singodimejo menjadi anggota organisasi Jong Islamisien Bond (JIB). Pada tahun 1934 Ia juga pernah menjadi guru HIS Pasundan di Pagaden Baru Purwakarta. Sekaligus menjadi pengurus Paguyuban Pasundan Anak Cabang Pagaden Baru Purwakarta. Semasa penjajahan Jepang 1942-1945, Rd. Gahara tinggal di Ciamis dan banyak berkomunikasi dengan tokoh-tokoh pergerakan di daerah tersebut.

Rd. Gahara merupakan bupati ke-10 kabupaten Garut. Menjabat sebagai bupati Garut selama enam tahun yaitu dari 1960 s.d. 1966. Selama kepemimpinan beliau, banyak prestasi yang diraihnya, antara lain penghargaan dari Presiden Sukarno sebagai juara kebersihan tingkat nasional (1960), Satya Lencana Keamanan dari Wakil Menteri Pertahanan Keamanan Kepala Staf Angkatan Bersenjata (1965), dan penghargaan dari Gubernr Jawa Barat dalam bidang pembangunan dan pembinaan daerah (1966).

Dari sekian penghargaan itu, yang fenomenal dan masih terkenal sampai sekarang yaitu dinobatkannya kabupaten Garut sebagai kota terbersih se-Indonesia dan sekaligus mendapat julukan sebagai Kota Intan dari Presiden Sukarno. Lalu bagaimana caranya Bupati Gahara memimpin Garut sehingga memperoleh penghargaan di bidang kebersihan dan mendapat julukan sebagai Kota Intan?

Pada saat Garut mendapat penghargaan sebagai kota terbersih tingkat nasional dan mendapat julukan sebagai Kota Intan, Rd. Gahara baru menjabat bupati beberapa bulan (belum satu tahun). Namun ia sudah mampu meraih prestasi bergengsi di bidang kebersihan dan langsung penghargannya disampaikan oleh Presiden Sukarno.

Menurut keterangan putri bungsunya, Rd. Cicih, Rd. Gahara dalam memimpin tidak hanya menyuruh atau merintah masyarakat atau aparatur pemerintah yang ada di bawahnya, tetapi ia langsung terjun melakukan yang diperintahkannya itu, memberikan contoh. Ia membawa alat-alat kebersihan dan langsung ikut menyapu atau membersihkan halaman, jalan-jalan, dan tempat-tempat lainnya yang kotor bersama-sama masyarakat dan aparatur pemerintah. Masyarakat dan aparatur pemerintah merasa malu jika tidak ikut, karena bupatinya sendiri langsung ikut membersihkan tempat-tempat yang kotor.

Selain itu, Bupati Gahara memiliki kemampuan untuk menyatukan semua aparatur pemerintahan sehingga benar-benar kompak untuk ikut serta memelihara kebersihan lingkungan. Sebagai tanda kegiatan kebersihan dimulai, sirene dibunyikan. Itu biasanya dilakukan setiap hari Jumat. Ketika mendengar bunyi sirene, semua masyarakat dan aparatur pemerintah kompak melakukan kerja bakti membersihkan halaman, jalan-jalan, dan tempat-tempat lain yang kotor. Kegiatan itu dilakukan secara konsisten dan Bupati Gahara selalu memantaunya.

Bupati Gahara sangat disiplin dan selalu memberi contoh atau teladan kepada aparatur pemerintah di bawahnya. Dengan demikian masyarakat dan aparatur pemerintah, atas dasar kesadaran sendiri selalu menjaga kebersihan lingkungan, hidup tertib, dan mencintai keindahan. Tidak heran apabila pada zaman bupati Rd. Gahara banyak tamu mengunjungi Garut hanya sekedar untuk melihat dan belajar langsung terkait dengan kebersihan, ketertiban, dan keindahan.

Akankah Garut hari ini mengukir lagi prestasi seperti zaman bupati Gahara? Jawabannya sangat tergantung pada pemerintah daerah dan masyarakat Garut. Wallahu alam bishawab!

(Penulis adalah kepala SMPN 6 Garut dan kepala sekolah terliterat pada Tantangan Literasi Nusantara 2023-2024)

Dimuat oleh : Dr. H Budi Suhardiman,M.Pd