Suara yang berhimpitan satu sama lain mengunjungi daun telingaku. Rapat kecil tentang Pembelajaran di Bulan Ramadan yang pernah menjadi "trending topik" terjawab sudah.
Tak ada kata "libur" di Bulan Ramadan, yang ada hanya pergantian istilah saja.
Tak apalah, kebijakan atasan bagaimanapun sesuatu yang terbaik.
Aku yang sedang duduk tak menghiraukan semua suara yang bersahutan di dalam ruangan itu.
Riuhnya suara yang tak berwujud di awal rapat itu aku anggap sebagai untaian kalimat dongeng ibuku, sehingga mataku yang sedikit berat segera terpejam
"Bu Haji, biasa, saya mau menukar uang ya?"
Suara yang khas Indramayu yang sedikit menjerit, membuat aku mengikuti arah suaranya. Dan mataku yang tadinya sedikit terpejam, mendadak terbuka.
Dengan sedikit tergesa-gesa Ibu yang terkenal lincah ini mengambil gepokan uang dua ribuan dan segenggam uang logam di tangannya dan menukarnya dengan dua lembar uang bergambar tokoh proklamator.
"Anakku tidak mau kalau uangnya tidak berupa receh begini"
Seperti mengetahui arah mataku, Bu Aminih menjelaskan dengan senyum ramahnya.
"Buat ongkos angkot dan yang lainnya, Bu Evi."
Kalimat terakhirnya menunjukkan kepuasan atas semua perjuangannya.
Aku hanya tersenyum dan tak perlu memvalidasinya karena rasa banggaku sudah mengalahkannya
"Seorang Ibu yang baik buat anak-anaknya, selalu memperhatikan hal-hal yang sangat kecil dengan cara apapun."
Dimuat oleh : Herlina Agustina